Abah dan Emak tinggal di sebuah desa yang cukup
terpencil. Setiap hari, mereka bekerja membuat tempe untuk kemudian
Abah menjualnya ke pasar. Jualan tempe merupakan satu-satunya sumber
pendapatan mereka untuk bertahan hidup.
Pada satu pagi, Abah
jatuh sakit, Emak pun mengambil alih tugas menjual tempe. Saat tengah
bersiap-siap untuk pergi ke pasar menjual tempenya, tiba-tiba Emak sadar
bahwa tempe buatannya hari itu masih belum matang, masih separah jadi.
Emak merasa sangat sedih karena tempe yang masih muda dan belum matang
pastinya tidak akan laku. Itu artinya, untuk hari itu, mereka tidak akan
mendapatkan pemasukan. Ketika Emak dalam kesedihan, tiba-tiba Abah
mengingatkan Emak bahwa Allah Swt mampu melakukan perkara-perkara ajaib
karena tiada yang mustahil bagi-Nya.
Emak pun mengangkat kedua
tangannya sambil berdoa, "Ya Allah, aku mohon kepada-Mu agar kacang
kedelai ini menjadi tempe, amin." Begitulah doa ringkas yang dipanjatkan
dengan sepenuh hatinya. Emak sangat yakin Allah pasti mengabulkan
doanya.
Dengan tenang, Emak pun menekan-nekan bungkusan bakal
tempe dengan ujung jarinya. Emak pun membuka sedikit bungkusan itu untuk
menyaksikan keajaiban kacang kedelai itu menjadi tempe. Emak termenung
seketika sebab kacang itu masih tetap kacang kedelai yang belum matang
benar.
Namun, Emak tidak putus asa. Dia berpikir mungkin doanya
kurang jelas didengar oleh Allah. Emak pun mengangkat kedua tangannya
kembali dan berdoa lagi, "Ya Allah, aku tahu bahwa tiada yang mustahil
bagi-Mu. Bantulah aku supaya hari ini aku dapat menjual tempe karena
inilah mata pencarian kami. Aku mohon, jadikanlah kacang kedelaiku ini
menjadi tempe, amin."
Dengan penuh harapan, Emak pun sekali
lagi membuka sedikit bungkusan itu. Apakah yang terjadi? Emak menjadi
heran sebab kacang-kacang kedelai itu ... masih tetap seperti semula!
Hari pun semakin siang. Artinya, pasar pun sudah ramai didatangi
pembeli. Emak tetap tidak kecewa atas doanya yang belum terkabul.
Berbekal keyakinan yang sangat tinggi, Emak memaksakan diri untuk tetap
pergi ke pasar membawa barang jualannya itu. Emak berpikir, mungkin
keajaiban Allah akan terjadi dalam perjalanannya ke pasar.
Dia
pun berangkat ke pasar. Semua perlengkapan untuk menjual tempe, seperti
biasa, dibawa bersama. Sebelum keluar dari rumah, Emak sempat
mengangkat kedua tangannya untuk berdoa, "Ya Allah, aku percaya, Engkau
akan mengabulkan doaku. Sementara, aku berjalan menuju ke pasar,
karuniakanlah keajaiban ini buatku, jadikanlah kedelai ini menjadi
tempe, amin." Dengan penuh keyakinan, wanita tua ini pun berangkat. Di
sepanjang perjalanan, dia tetap tidak lupa membaca doa di dalam hatinya.
Sesampai di pasar, cepat-cepat, Emak meletakkan barang-barangnya. Emak
betul-betul yakin kalau tempenya sekarang sudah benar-benar matang dan
siap untuk dijual. Dengan hati yang berdebar-debar, Emak pun membuka
bakulnya dan menekan-nekan dengan jarinya setiap bungkusan yang ada.
Perlahan-lahan, Emak membuka sedikit daun pembungkusnya dan melihat
isinya. Apa yang terjadi? Tempenya benar-benar tidak berubah, masih
seperti semula!
Emak menarik napas dalam-dalam. Harapan
dikabulkan-nya doa perlahan menipis. Emak merasa Allah tidak adil. Allah
tidak kasihan kepadanya. Inilah satu-satunya sumber penghasilannya:
berjualan tempe.
Dia pun hanya duduk saja tanpa membuka barang
dagangannya itu sebab dia yakin bahwa tiada orang yang akan membeli
tempe yang baru setengah jadi. Hari pun beranjak petang dan pasar sudah
mulai sepi, para pembeli sudah mulai berkurang.
Emak melihat
para penjual tempe lainnya, jualan mereka sudah hampir habis. Emak
tertunduk lesu seperti tidak sanggup menghadapi kenyataan bahwa dia
pulang tanpa membawa hasil jualannya hari itu.
Namun, jauh di
sudut hatinya, Emak masih menaruh harapan terakhir kepada Allah, pasti
Allah akan menolongnya. Walau tahu bahwa hari itu dia tidak akan
mendapatkan pendapatan langsung, tetapi Emak berdoa untuk terakhir kali
"Ya Allah, berikanlah penyelesaian terbaik terhadap tempeku yang belum
jadi ini."
Tiba-tiba, Emak dikejutkan oleh teguran seorang
wanita. "Bu ...! Maaf ya, saya ingin bertanya, apakah Ibu menjual tempe
yang belum jadi? Dari tadi, saya sudah pusing berkeliling pasar ini
untuk mencarinya, tapi tidak ketemu juga."
Emak langsung
termenung, seakan tak percaya dengan apa yang didengarnya. Betapa tidak
terkejut, sejak sepuluh tahun dia menjual tempe, tidak pernah ada
seorang pun pelanggan yang mencari tempe belum jadi.
Sebelum
Emak menjawab sapaan wanita di depannya itu, cepat-cepat Emak berdoa di
dalam hatinya "Ya Allah, saat ini aku tidak mau tempe ini menjadi
matang. Biarlah kacang kedelai ini tetap seperti semula, amin."
Sebelum menjawab wanita itu, Emak pun membuka sedikit daun penutupnya.
Alangkah senangnya hati Emak, ternyata memang benar, tempenya masih
seperti semula! Hati Emak pun bersorak gembira. "Alhamdulillah,"
ucapnya.
Wanita itu pun memborong semua tempenya yang belum
jadi itu. Sebelum wanita itu pergi, Emak sempat bertanya mengapa dia
membeli tempe yang belum jadi. Wanita itu menerangkan bahwa anaknya yang
tengah sekolah di Inggris ingin makan tempe dari desa.
Karena
tempe itu akan dikirimkan ke tempat anaknya itu, si Ibu pun membeli
tempe yang belum jadi. Harapannya, apabila sampai di Eropa nanti, akan
menjadi tempe yang sempurna. Kalau dikirimkan tempe yang sudah jadi,
sesampainya di sana, tempe itu sudah tidak enak lagi dimakan.
Demi Allah, tiada seorang pun yang berbaik sangka kepada Allah,
melainkan pasti akan memberikan kepadanya apa yang dia sangkakan. Sebab,
semua kebaikan itu ada dalam genggaman Allah.
Maka apabila Allah sudah memberi husnuzan-Nya, berarti Allah akan memberi apa yang disangkakannya itu. (Abdullah bin Mas'ud)
Sumber : Oase Jiwa (Setetes Embun di Padang Pasir)
- Dee -