Rabu, 06 Juni 2012

Bunda, Aku ingin Menikah..


Seketika mata tua itu berbinar senang seraya menatap
anak laki-lakinya. Terlintas di pikirannya, gubuk
kecil ini akan penuh dengan limpahan kebahagiaan.
Ditemankan seorang gadis cantik yang kelak menjadi
menantunya, hingga terbayang pula celoteh, canda dan
tawa cucu-cucu yang memenuhi setiap sudut rumah.

Ditatapnya kembali pemuda tanggung yang berdiri dengan
gagah di depannya. Ia telah tumbuh besar, bukan lagi
bocah kecil yang dulu sering dijewer telinganya saat
nakal. Tak pula sepotong kue yang disodorkan akan
membuatnya menghentikan tangisan. Bocah ingusan itu
telah dewasa, bahkan terlihat lebih dewasa dari
usianya. Sorot matanya tajam laksana elang, rahang
kukuh dan ditumbuhi cambang, serta tubuh yang tegap
bagaikan prajurit yang tak sabar menanti genderang
perang ditabuhkan.

Seakan tak percaya pada sekian waktu yang telah
berlalu, tangan yang telah keriput dimakan usia itu
bergerak perlahan menyentuh wajah di hadapannya. Lalu
dielusnya dengan lembut, penuh dengan selaksa cinta.
Paras wajahnya mewarisi ketampanan asy Syahid suaminya
tercinta. Ia memang telah dewasa dan saatnya telah
tiba untuk menikah, hati kecilnya bergumam bahagia.

Sepekan pun berlalu dalam guliran usia dan waktu.
Seiiring itu pula, alunan bacaan al Qur'an semakin
terdengar merdu dan syahdu. Hampir setiap saat, lelaki
itu selalu bersama mushab al Qur'an kecil yang tak
pernah jauh dari sisinya. Menjelang saat pernikahan,
ia memang semakin dekat dengan Allah Subhanahu wa
Ta'ala. Ibadah wajib bahkan sunnat pun tampak semakin
khusyuk dilakukan.

Saat ini, pemuda itu kembali berdiri di hadapan ibunda
tercinta. Ia semakin tampan, wajahnya tampak
bercahaya, gagah walaupun tanpa mengenakan pakaian
pesta seperti layaknya mempelai yang akan menikah. Ia
tersenyum, sedikit menganggukkan kepala lalu memeluk
dengan penuh kasih sayang wanita yang melahirkannya.
Pelukannya lambat laun semakin erat, bagaikan sebuah
salam perpisahan.

Ibunda pun menangis, isakannya terdengar saling
memburu dan membasahi kafeyah. Mata hatinya sebagai
seorang ibu, telah menerka makna pernikahan
sesungguhnya yang diinginkan buah hati tercinta.
Sekelebat kebahagiaan yang terlintas beberapa hari
lalu di pikirannya, semata-mata hanyalah pelipur lara
bagi fitrahnya sebagai seorang ibunda. Pemuda yang
lahir dari rahimnya, dibuai dan telah dibesarkan ini
bukanlah miliknya, tapi milik zamannya. Kini anak
panah itu telah siap meluncur dari busur, pedang siap
terayun menebas musuh, butir peluru pun siap
ditembakkan dan melaju.

Untaian do'a, baluran cinta dan alunan senandung jihad
yang senantiasa menemani lelap tidur anaknya telah
menjelma dalam setiap helaan nafas dan butiran darah.
Hidup bagi seorang laki-laki sejati di bumi al Aqsa
hanyalah perjuangan yang tak pernah padam, mengusir
zionis jahanam, laknatuLlah.

Dilepaskannya kepergian buah hati tercinta dengan
ikhlas, penuh keredhaan dan iringan do'a. Tak ada lagi
tangis, apalagi sedu sedan dari sudut mata tuanya.
Hanya tatapan kasih sayang dan senyum kebanggaan. Sang
pemuda melangkah dengan penuh keyakinan menuju gerbang
pernikahan yang dihiasi mahligai cinta. Mahar yang
akan diberikan pun telah siap di balik baju, melilit
sekujur tubuhnya.

Malam itu, hanya sepenggal bulan bergelayut di awan.
Angin berhembus lirih, burung malam pun enggan
bersenda gurau. Senyap dan kelam membalut kesunyian.

Pecah...
Menggelegar membelah angkasa. Lalu tanah pun merekah
oleh suara-suara tapak sepatu bot dan deru mesin
pembunuh. Mereka bergerak menuju semburat titik api
yang memancar dari Jalur Gaza. Kata makian dan sumpah
serapah berhamburan, meracau tak karuan. Wajah-wajah
itu berang, marah dan menyeringai bagaikan srigala
yang mulutnya masih berlumuran darah.

Sisa kebisingan itu menelisik dari celah-celah
dinding, menyapa seorang perempuan yang baru saja
selesai menunaikan sholat malamnya di sebuah gubuk
tua. Ia tersenyum, lalu diambilnya sebuah mushab
kecil, dan didekapnya dengan selimut kasih sayang.
Lembut dibelainya, bagaikan membelai syuhada saat
masih bocah. Ia bernyanyi kecil dengan senandung
jihad, seraya beringsut menuju sebuah kamar. Perlahan
dikuaknya daun pintu kayu agar buah hati tercinta
tidak terjaga dari tidur. Dengan kasih sayang lalu
diletakkannya di pembaringan, dan ia pun beranjak
keluar.

Semerbak...
Bau harum menyeruak dan merebak dari kamar syuhada,
harum bagaikan khas keharuman sebuah kamar mempelai
yang akan mereguk cinta di malam pertama.

WaLlahua'lam bi shawab.


Note : Bingkisan dari seorang sahabat hati..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar