Rabu, 21 September 2011

Jalaludin Rumi

Maulana Jalaluddin Rumi Muhammad ibnu Hasin Alkhattabi Albakri (Jalaluddin Rumi) atau sering pula disebut dengan nama Rumi adalah seorang penyair sufi yang lahir di Balkh (sekarang Afganistan) pada tanggal 6 Rabiul Awwal tahun 604 Hijriah atau tanggal 30 September 1207 Masehi.

Rumi juga berarti “berasal dari Roman Anatolia” karena Anatolia biasa disebut dengan “bumi dari Rum (bangsa Roman)”. Balkh (Balkan) merupakan salah satu kota penting dari daerah yang memiliki peran penting yang menjadi poros dalam tradisi Anatolia yang disebut Khorasan yang pada saat kelahiran beliau telah diduduki oleh Khawarzmshash dan sebelumnya oleh Seljuks serta Ghaznavids.
Jalaluddin Rumi mendapat gelar Maulana yang berarti tuan guru/guru besar kami karena kesalehan dan ajaran tasawufnya yang mengedepankan cinta serta selalu berpegang pada aturan-aturan yang ditetapkan Alquran. Sikap Rumi inilah yang menjadikan dia terjaga dari apa saja yang mungkin memberikan jarak dirinya terhadap Allah SWT.

Nama besar Rumi yang didapat karena pengaruh pemikiran sufinya terhadap Muslim Persia, Arab, India, Pakistan, Indonesia, bahkan Amerika Serikat, tidak terlepas dari substansi ajaran-ajaran beliau yang mengedepankan cinta, kehalusan budi, dan keluhuran rasa kemanusiaan serta menjunjung tinggi perdamaian seorang Muslim.

Tanggal 29 Oktober 1224 memiliki arti penting dalam kehidupan Rumi. Hari itu Rumi bertemu Shamsuddin Muhammadi Tabrizi atau Shams dari Tabriz, di Konya.
Dari Muslim yang sengaja hidup miskin dan mengembara ke mana-mana inilah Rumi pertama kali mengenal sufisme. Rumi pun menjadikan Shams sebagai guru spiritualnya.

Hubungan Rumi dengan Shams inilah yang banyak mengilhami pemikiran dan tindakan Rumi betapa cinta terhadap Sang Khalik merupakan hakikat diturunkannya manusia ke muka bumi.
Kontemplasi dan pengalaman Rumi selama hidup di istana Seljuk Turki tersurat jelas dalam kumpulan puisi yang terkenal, Matsnawi Manawi. Kitab ini disebut-sebut sebagai revolusi terhadap ilmu kalam yang kehilangan semangat dan kekuatannya. Selain itu, isi kitab Matsnawi juga mengeritik langkah dan arahan filsafat yang cenderung melampaui batas, mengebiri perasaan dan mengkultuskan rasio.

Diakui, bahwa puisi Rumi memiliki ciri khas tersendiri dibandingkan para sufi penyair lainnya. Melalui puisi-puisinya Rumi menyampaikan bahwa pemahaman atas dunia hanya mungkin didapat lewat cinta, bukan semata-mata lewat kerja fisik. Dalam puisinya Rumi juga menyampaikan bahwa Tuhan, sebagai satu-satunya tujuan, tidak ada yang menyamai.

Ciri khas lain yang membedakan puisi Rumi dengan karya sufi penyair lain adalah seringnya ia memulai puisinya dengan menggunakan kisah-kisah. Akan tetapi hal ini bukan dimaksud Rumi ingin menulis puisi naratif. Kisah-kisah ini digunakan sebagai alat pernyataan pikiran dan ide.

Banyak dijumpai berbagai kisah dalam satu puisi Rumi yang tampaknya berlainan namun nyatanya memiliki kesejajaran makna simbolik. Beberapa tokoh sejarah yang ia tampilkan bukan dalam maksud kesejarahan, namun ia menampilkannya sebagai imaji-imaji simbolik.

Tokoh-tokoh semisal Yusuf, Musa, Yakub, Isa dan lain-lain ia tampilkan sebagai lambang dari keindahan jiwa yang mencapai ma'rifat. Dan memang tokoh-tokoh tersebut terkenal sebagai pribadi yang diliputi oleh cinta Ilahi.
Buah-buah pikiran Rumi yang terekam dalam tulisan-tulisan berupa puisi dan buku terus dipelajari dan dikenal Muslim luas, kendati sudah berabad-abad paskakematiannya pada tahun 1273 Masehi.

Para filsuf Islam klasik dan kontemporer banyak yang menjadikan kitab-kitab Rumi sebagai rujukan pandangannya. Tak salah kiranya jika badan dunia yang bergerak di bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan, United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO), telah menetapkan tahun 2007 sebagai tahun Jalaluddin Rumi dan tahun imigran.

Penetapan 2007 sebagai tahun Rumi bertepatan dengan peringatan 800 tahun atau delapan abad kelahiran sastrawan dan spiritualis kebanggaan masyarakat Turki ini. Selain itu juga karena Rumi merupakan sedikit dari sekian juta imigran yang berjaya menjadi seorang tokoh besar dalam sejarah peradaban manusia. Dunia membutuhkan Rumi-Rumi muda untuk mengubah warna suramnya.
 
(ade) Republika 09 November 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar